BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Neuroma
Akustikus yang juga dikenal sebagai schwannoma vestibularis, adalah tumor jinak
yang tumbuh lambat yang disebabkan oleh produksi berlebihan dari sel Schwann
(sel jaringan penunjang dari sistem saraf tepi), yang tidak menyebar ke bagian
tubuh yang lain atau menginvasi jaringan di sekitarnya.
Neuroma
akustikus merupakan 6-8% dari seluruh tumor
intracranial, sedangkan untuk daerah cerebello pontine tumor ini berkisar 75%,
dari seluruh kasus 5% Neuroma Akustik didapatkan bilateral berhubungan dengan
Neurofibromatosis tipe 2 (National Instituties of Health, 1991).
Di
Amerika Serikat setiap tahun ditemukan 2000 – 3000 kasus baru Neuroma Akustik
dengan sebaran mulai decade 2 sampai decade 8, tertinggi antara umur 50-60
tahun (National Instituties of Health, 1991). Sedangkan kejadian Neuroma
Akustik di Surabaya belum diketahui secara pasti. Di RSU Dr Sutomo rata-rata
dilakukan tindakan operasi 1 kali tiap bulan.
Neuroma
akustikus tidak diperlukan perawatan apapun apabila tumor tetap kecil. Namun,
apabila tumor tersebut tumbuh cukup besar, diperlukan pengangkatan tumor secara
bedah. Namun apabila tidak dirawat dan diberi asuhan keperawatan yang baik, maka
tumor ini dapat menyebabkan kerusakan pada nervus fasialis dan otak, yang
menimbulkan kelumpuhan wajah, ketulian, telinga berdengung (tinitus) dan
kehilangan keseimbangan. Kadang-kadang, neuroma akustikus juga dapat mengancam
jiwa.
B. Tujuan
a.
Tujuan Umum
Mahasiswa
mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Neuroma Akustikus.
b.
Tujuan Khusus
1)
Memaparkan konsep penyakit Neuroma
Akustikus yang meliputi anatomi fisiologi system Persepsi dan Sensori,
definisi, etiologi, patofisiologis, manifestasi klinik, komplikasi yang
terjadi, penatalaksanaan medis, keperawatan dan manajemen diet.
2)
Memahami asuhan keperawatan pada klien
dengan Neuroma Akustikus dengan metodologi asuhan keperawatan dengan benar
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A. Anatomi
dan fisiologi
Telinga adalah organ pendengaran. Telinga terdiri dari tiga
bagian yaitu
1. Telinga luar (Auris eksterna)
Telinga luar terdiri atas aurikel atau pinna, meatus
auditorius eksterna, dan membran timpani.
a. Aurikel atau pinna berbentuk tidak
teratur serta terdiri atas tulang rawan dan jaringan fibrus, kecuali pada ujung
paling bawah, yaitu cuping telinga, yang terutama terdiri atas lemak. Aurikel
berfungsi membantu pengumpulan gelombang suara.
b. Meatus auditoris eksterna (liang
telinga) merupakan saluran penghubung aurikel dengan membran timpani.
Panjangnya ± 2,5 cm, terdiri dari tulang rawan dan tulang keras. Saluran ini
mengandung rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, khususnya
menghasilkan sekret berbentuk serum.
c. Membran timpani atau gendang telinga
menghubungkan meatus auditorius eksterna dengan rongga timpani. Membran ini
berukuran ± 1 cm dan berwarna kelabu mutiara. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 394)
2. Telinga tengah (Auris media)
Telinga tengah atau rongga timpani adalah bilik kecil yang
mengandung udara. Rongga itu terletak sebelah dalam membran timpani. Pada
bagian ini terdapat Tuba Eustakhius dan tulang-tulang pendengaran.
a. Tuba Eustakhius
Tuba Eustakhius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah
menuju nasofaring. Celah tuba eustakhius akan tertutup jika dalam keadaan
biasa, dan akan terbuka setiap kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara
dalam ruang timpani dipertahankan tetap seimbang dengan tekanan udara di
atmosfer, sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara
dapat dihindarkan. Adanya hubungan dengan nasofaring ini memungkinkan infeksi
pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar masuk ke dalam rongga telinga
tengah.
b. Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran adalah tiga tulang kecil yang
tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari membran
timpani menuju rongga telinga dalam yaitu :
1) Tulang sebelah luar adalah maleus,
berbentuk seperti martil dengan gagang yang terkait pada membran timpani,
sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani.
2) Tulang yang berada di tengah adalah
inkus atau landasan, sisi luarnya bersendi dengan maleus, sementara sisi
dalamnya bersendi dengan sisi dalam sebuah tulang kecil, yaitu stapes.
3) Stapes atau tulang sanggurdi
dikaitkan dengan inkus dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya
yang bulat panjang terkait pada membran yang menutup fenestra vestibule atau
tingkap jorong. Rangkaian tulang-tulang ini berfungsi mengalirkan getaran suara
dari gendang telinga menuju rongga telinga dalam. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 395)
3. Telinga dalam (Auris interna)
Rongga telinga dalam itu terdiri atas
berbagai rongga yang menyerupai saluran-saluran dalam tulang temporalis.
Rongga-rongga itu disebut labirin tulang dan dilapisi membran sehingga
membentuk labirin membranosa. Saluran-saluran bermembran ini mengandung cairan
dan ujung-ujung akhir saraf pendengaran dan keseimbangan.
a. Labirin tulang terdiri atas tiga
bagian:
1) Vestibula yang merupakan bagian tengah,
dan tempat bersambungnya bagian-bagian yang lain, ibarat sebuah pintu yang
menuju ruang tengah (vestibula) pada sebuah rumah.
2) Kanalis semisirkularis (saluran
setengah lingkaran) bersambung dengan vestibula. Kanalis semisirkularis
merupakan saluran setengah lingkaran yang terdiri dari tiga saluran. Saluran
satu dengan yang lainnya membentuk sudut 900, saluran tersebut yaitu kanalis
semisirkularis superior, kanalis semisirkularis posterior, dan kanalis
semisirkularis lateralis.
3) Koklea adalah sebuah tabung berbentuk
spiral yang membelit dirinya seperti sebuah rumah siput. Belitan-belitan itu
melingkari sebuah sumbu berbentuk kerucut yang memiliki bagian tengah dari
tulang, dan disebut modiulus. Ada dua tingkap dalam ruang melingkar (koklea),
yaitu: Fenestra vestibule (tingkap jorong) disebut juga fenestra ovalis, karena
bentuknya yang bulat panjang. Ditutupi oleh tulang stapes. Fenestra koklea
disebut juga fenestra rotunda, karena bentuknya yang bulat ditutupi oleh sebuah
membran. Kedua-duanya menghadap ke telinga dalam. Adanya tingkap-tingkap ini
dalam labirin tulang bertujuan agar getaran dapat dialihkan dari rongga telinga
tengah, guna dilangsungkan dalam perilimfa. Getaran dalam perilimfa dialihkan
menuju endolimfa, dan dengan demikian merangsang ujung-ujung akhir saraf
pendengaran. Endolimfa adalah cairan dalam labirin membranosa, sementara
perilimfa adalah cairan di luar labirin membranosa dan dalam labirin tulang.
Jika terjadi ketidakseimbangan antara endolimfa dan perilimfa, maka akan
menimbulkan kelainan. (Evelyn C.
Pearce :2009 hal 396)
b. Labirin membranosa terdiri dari:
1) Utrikulus, bentuknya seperti kantong
lonjong dan agak gepeng terpaut pada tempatnya oleh jaringan ikat.
2) Sakulus bentuknya agak lonjong lebih
kecil dari utrikulus, terletak pada bagian depan dan bawah dari vestibulum dan
terpaut erat oleh jaringan ikat, tempat terdapat nervus akustikus.
3) Duktus semisirkularis. Ada tiga
cabang selaput semisirkularis yang berjalan dalam kanalis semisirkularis
(superior, posterior, dan lateralis).
4) Duktus koklearis, merupakan saluran
yang bentuknya agak segitiga seolah-olah membuat batas pada koklea timpani. (Evelyn C. Pearce :2009 hal 396)
B. Definisi
Neuroma akustik adalah tumor jinak yang
tumbuh lambat pada saraf cranial VIII, biasanya tumbuh dari sel schwan pada
bagian ventribuler saraf ini. ( Brunner & Suddart dkk, 2002, hal : 2060 ).
Neuroma
akustikus adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan berkembangnya tumor
non kanker pada syaraf cranial ke delapan yang menghubungkan telinga dalam
dengan otak. (Nn:2011)
Akustik Neuroma
adalah satu tumor kecil yang tumbuh dalam saraf vestibul, berdekatan dengan
saraf pendengaran. Saraf vestibul adalah bertanggungjawab untuk memberi
keseimbangan, dan saraf pendengaran adalah bertanggungjawab untuk pendengaran.
Ia juga di kenali sebagai "Tumor Telinga". (Nn : 2012)
C. Etiologi
1. Idiopatik
Neuroma
Akustik dapat terjadi secara idiopatik (artinya masih belum di ketahui secara
pasti penyebabnya).
2. Neurofibromatosis
(NF2)
Sebuah
neuroma akustik disebabkan oleh perubahan atau tidak adanya kedua gen supresor
tumor di NF2 sel saraf. Setiap orang memiliki sepasang gen NF2 di setiap sel
tubuh mereka termasuk sel saraf mereka. Satu NF2 gen diwariskan dari sel telur
ibu dan NF2 satu gen diwariskan dari sel sperma dari ayah. NF2 gen bertanggung
jawab untuk membantu
mencegah pembentukan
tumor pada sel saraf. Khususnya gen NF2 membantu mencegah neuromas akustik.
Hanya
satu gen berubah dan berfungsi NF2 adalah diperlukan untuk mencegah pembentukan
neuroma akustik. Jika kedua gen NF2 menjadi berubah atau hilang di salah satu
sarung mielin sel saraf vestibular kemudian sebuah Neuroma akustik biasanya
akan berkembang. Kebanyakan sepihak neuromas akustik hasil ketika NF2 gen
menjadi spontan berubah atau hilang. Seseorang neuroma akustik dengan sepihak
bahwa telah mengembangkan secara spontan tidak pada peningkatan risiko untuk
memiliki anak dengan neuroma akustik. Beberapa akustik neuromas sepihak Hasil
dari kondisi NF2 keturunan. Hal ini juga kemungkinan bahwa beberapa neuromas
akustik mungkin sepihak disebabkan oleh perubahan dalam gen lainnya yang
bertanggung jawab untuk mencegah pembentukan tumor. (Hendra Kusdiantoro: 2011)
D. Manifestasi
klinis
Gejala yang
paling sering timbul pada pasien dengan neuroma akustik (Brunner &
Suddart.2002) adalah :
1.
Titinus unilateral
2.
Kehilangan pendengaran dengan atau tanpa vertigo
3.
Gangguan keseimbangan
4.
Tuli
E. Patofisiologi
Sebagian besar neuromas akustik berkembang dari
investasi sel Schwann dari bagian vestibular dari syaraf vestibulocochlear.
Kurang dari 5% timbul dari saraf koklea. Saraf superior dan inferior vestibular
tampaknya saraf asal dengan sekitar frekuensi yang sama. Secara keseluruhan, 3
pola pertumbuhan yang terpisah dapat dibedakan dalam tumor akustik, sebagai
berikut: (1) tidak ada pertumbuhan atau sangat lambat pertumbuhan, (2)
pertumbuhan yang lambat (yaitu 0,2 cm / y pada studi imaging), dan (3)
pertumbuhan cepat ( yaitu ≥ 1,0 cm / y pada studi imaging). Meskipun neuromas
akustik yang paling tumbuh lambat, beberapa tumbuh cukup cepat dan dapat ganda
dalam volume dalam waktu 6 bulan sampai satu tahun.
Meskipun beberapa tumor mentaati satu atau lain dari pola-pola
pertumbuhan, yang lain tampaknya alternatif antara periode pertumbuhan tidak
ada atau lambat dan pertumbuhan yang cepat. Tumor yang telah mengalami
degenerasi kistik (mungkin karena mereka telah melampaui suplai darah mereka)
kadang-kadang mampu ekspansi relatif cepat karena pembesaran komponen kistik
mereka. Karena tumor akustik timbul dari sel Schwann investasi, pertumbuhan
tumor umumnya kompres serat vestibular di permukaan. Penghancuran serat
vestibular lambat, akibatnya, banyak pasien mengalami ketidakseimbangan sedikit
atau tidak atau vertigo. Setelah tumor telah berkembang cukup besar untuk
mengisi kanal auditori internal, hal itu mungkin melanjutkan pertumbuhan tulang
baik dengan memperluas atau dengan memperluas ke sudut cerebellopontine. Pertumbuhan
dalam sudut cerebellopontine umumnya bulat.
Tumor akustik, seperti lesi menempati ruang-lain,
menghasilkan gejala dengan salah satu dari 4 mekanisme dikenali: (1) kompresi
atau distorsi dari ruang cairan tulang belakang, (2) perpindahan dari batang
otak, (3) kompresi kapal memproduksi iskemia atau infark , atau (4) kompresi
dan / atau atenuasi saraf.
Karena sudut cerebellopontine relatif kosong, tumor
dapat terus tumbuh sampai mereka mencapai 3-4 cm sebelum mereka menghubungi
struktur penting. Pertumbuhan seringkali cukup lambat bahwa saraf wajah dapat
menampung ke peregangan dikenakan oleh pertumbuhan tumor tanpa kerusakan klinis
jelas fungsi. Tumor yang timbul dalam pendengaran kanal internal dapat
menghasilkan gejala-gejala yang relatif awal dalam bentuk gangguan pendengaran
atau gangguan vestibular dengan menekan saraf koklea, saraf vestibular, atau
arteri labirin tulang dinding saluran pendengaran internal.
Sebagai tumor pendekatan 2,0 cm diameter, ia mulai
untuk kompres permukaan lateral batang otak. pertumbuhan lebih lanjut dapat
terjadi hanya dengan penekanan atau menggusur batang otak ke sisi
kontralateral. Tumor yang lebih besar dari 4 cm sering memperpanjang cukup jauh
anterior untuk menekan saraf trigeminal dan menghasilkan hipestesia wajah.
Sebagai tumor terus tumbuh di luar 4 cm, penghapusan progresif dari saluran air
otak dan ventrikel keempat terjadi dengan perkembangan akhir hidrosefalus. (Nn
: 2012)
F. Komplikasi
1.
Paralis nervus facialis
Kelumpuhan saraf facialis terjadi karena adanya
penekanan pada nervus VII oleh tumor yang semakin membesar.
2. Kebocoran
cairan cerebrospinal
Tumor tumbuh besar dan menekan otak
kecil sehingga menyebabkan hidrocepalus obstruktif.
3. Nyeri wajah
dan kesulitan menelan
Karena tumor tumbuh terus menerus
hingga berukuran sekitar 4 cm, maka akan menekan saraf trigeminus dan menekan
saraf cranial IX, X, XII, sehingga nyeri wajah dan kesulitan menelan. ( Brunner
& Suddart : 2002 )
G. Pathway
(terlampir)
H. Pemeriksaan
penunjang
1. Tes
gliserin :
Pasien diberikan
minuman gliserin 1,2 ml/kg BB setelah diperiksa tes kalori dan audiogram.
Setelah dua jam diperiksa kembali dan dibandingkan.
2. Audiogram
:
Tuli sensorineural,
terutama nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan rekrutinen.
Kadang audiogram
dehidrasi dilakukan di mana pasien diminta meminum zat penyebab dehidrasi,
seperti gliserol atau urea, yang secara teoritis dapat menurunkan jumlah
hidrops endolimfe.
3. Elektrokokleografi
menunjukkan abnormalitas pada 60% pasien yang menderita penyakit meniere.
4. Elektronistagmogram
bisa normal atau menunjukkan penurunan respons vestibuler.
5. CT
scan atau MRI Kepala
6. Elektroensefalografi
7. Stimulasi
kalorik. (Nn : 2011)
I.
Penatalaksanaan
1. Medis
a. Farmakologi
Tindakan
pengobatan untuk vertigo terdiri atas antihistamin, seperti meklizin
(antivert), yang menekan sistem vestibuler. Tranquilizer seperti diazepam
(valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk membantu mengontrol vertigo,
namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai pengobatan jangka
panjang.
Antiemetik
seperti supositoria prometazin (phenergan) tidak hanya mengurangi mual dan
muntah tapi juga vertigo karena efek antihistaminnya. Diuretik seperti Dyazide
atau hidroklortiazid kadang dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere
dengan menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe.
Pasien harus diingatkan
untuk makan-makanan yang mengandung kalium, seperti pisang, tomat, dan jeruk
ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.( Nn : 2011)
b. Bedah
Dekompresi
sakus endolimfatikus atau pintasan secara teoritis akan menyeimbangkan tekanan
dalam ruangan endolimfe. Pirau atau drain dipasang di dalam sakus
endolimfatikus melalui insisi postaurikuler.
Obat
ortotoksik, seperti streptomisisn atau gentamisisn, dapat diberikan kepada
pasien dengan injeksi sistemik atau infus ke telinga tengah dan dalam.
Prosedur
labirinektomi dengan pendekatan transkanal dan transmastoid juga berhasil
sekitar 85% dalam menghilangkan vertigo, namun fungsi auditorius telinga dalam
juga hancur.
Pemotongan
nervus nervus vestibularis memberikan jaminan tertinggi sekitar 98% dalam
menghilngkan serangan vertigo. Dapat dilakukan translabirin (melali mekanisme
pendengaran) atau dengan cara yang dapat mempertahankan pendengaran
(suboksipital atau fosa kranialis medial), bergantung pada derajat hilangnya
pendengaran. Pemotongan saraf sebenarnya mencegah otak menerima masukan dari
kanalis semisirkularis. (Nn : 2011)
2. Diet
a. Tujuan
Diet
Menurut Sunita
Almatsier (2004) tujuan umum penatalaksanaan diet pada tumor adalah:
1) Mencapai
dan mempertahankan status gizi optimal.
2) Memberikan
makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya terima pasien.
3) Mencegah
atau menghambat penurunan BB secara berlebihan.
4) Mengurangi
rasa mual, muntah dan diare.
5) Mengupayakan
perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan oleh pasien dan
keluarganya.
b. Prinsip
Diet
Pada dasarnya
perencanaan makan untuk pasien tumor harus mengikuti prinsip berikut:
1) Tinggi
Energi
2) Tinggi
Protein
3) Tinggi
Vitamin dan Mineral.
c. Syarat
Diet
1) Energi
tinggi, yaitu 36 Kkal/kg BB normal untuk laki-laki dan 32 Kkal/kg BB normal
untuk perempuan, apabila penderita berada pada kondisi gizi kurang maka
kebutuhan energi menjadi 40 Kkal/kg BB normal untuk laki-laki dan 36 Kkal/kg BB
normal untuk perempuan. Atau dapat diberikan Energi Tinggi berdasarkan BBI, PB,
Usia, aktivitas, dan Penyakit Penderita (Faktor Stres Kanker: 1,5 menurut
Titus, 2000), diberikan untuk memenuhi kebutuhan tubuh Penderita yang meningkat
dan mempertahankan status gizi Penderita pada kondisi normal.
2) Protein
tinggi, yaitu 1,5 gr/kgBBI untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan
tubuh serta untuk mempercepat penyembuhan.
3) Lemak
Cukup, yaitu 25% dari kebutuhan Energi tubuh pasien karena dapat merangsang
rasa eneg/mual.
4) Karbohidrat
cukup, sisa dari kebutuhan energi total sebagai sumber energi utama.
5) Vitamin
cukup, sesuai kebutuhan normal untuk menunjang proses metabolisme dalam tubuh
serta sebagai antioksidan, terutama Vit. A, C, E dan K.
6) Mineral
cukup, sesuai kebutuhan normal untuk menunjang proses metabolisme dalam tubuh
serta untuk mempercepat penyembuhan luka jaringan, terutama Fe, Zn dan Na.
7) Serat
diberikan cukup, yaitu 25g/hr agar tidak terlalu memberatkan kerja organ
pencernaan.
8) Cairan
diberikan cukup, yaitu 100 cc/KgBBI/hr untuk mencegah dehidrasi akibat
kehilangan cairan melalui perdarahan, dll.
9) Makanan
diberikan dalam porsi kecil dan frekuensi sering, yaitu 3 kali makan utama dan
2 kali selingan.
10) Pemberian
makanan secara bertahap, baik dari jumlah Energi dan Zat gizi maupun
konsistensinya mulai dari bentuk cair, lunak, dan biasa. Pemberian makanan dari
tahap ke tahap tergantung macam pembedahan dan keadaan Px.
11) Makanan
diusahakan secepat mungkin kembali seperti biasa atau normal. (Muhamad Reza
Pahlevi : 2012)
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Jenis
kelamin
c. umur
2.
keluhan utama
3.
Riwayat peyakit dahulu
4.
Riwayat keluarga
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien. Hal ini sangat di butuhkan karena pada Neuroma Akustik yang beretiologi pada herediter atau keturunan.
Apakah keluarga adanya yang menderita penyakit yang di alami pasien. Hal ini sangat di butuhkan karena pada Neuroma Akustik yang beretiologi pada herediter atau keturunan.
5.
Pengkajian fisik dan Pola-pola fungsi
kesehatan.
a. Pemeriksaan
fisik telinga
a) Inspeksi
: pada telinga terlihat adanya benjolan/pertumbuhan abnormal.
b) Palpasi
: terasa nyeri ketika di palpasi area telinga bagian tengah
b. Pola
tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat mengenai gaya hidup
klien yang tidak sehat.
c. Pola
nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan
kesulitan untuk makan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
d. Pola
eliminasi
Klien dengan Neuroma
Akustik pola defekasinya lancar, peristaltic usus normal, tidak terjadi
inkontinensia urine.
e. Pola
aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena vertigo yang di alami klien. kelemahan.
f.
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien tidak
mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahat klien.
g. Pola
hubungan dan peran
Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan pendengaran.
h. Pola
persepsi dan konsep diri
Pola pendengaran klien
berkurang serta daya pemahaman terhadap sesuatu tidak efektif. Klien merasa
tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
i.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien
tidak mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan
pada muka dan ekstremitas normal.
j.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
k. Pola
penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
l.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang
melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan vertigo.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
B. Diagnosa
dan intervensi keperawatan
1. Gangguan
persepsi sensori auditori berhubungan dengan fungsi pendengaran menurun
Tujuan: meningkatkan
kepekaan fungsi pendengaran klien.
Kriteria hasil:
Kriteria hasil:
a. menunjukkan
fungsi pendengaran yang lebih baik
b. komunikasi
dapat terjalin
Intervensi:
a. Hilangakan
suara bising/stimulus yang berlebihan sesuai kebutuhan.
Rasional: menurunkan respon emosi yang berlebihan/bingung yang sesuai dengan sensorik.
Rasional: menurunkan respon emosi yang berlebihan/bingung yang sesuai dengan sensorik.
b. Catat
adanya perubahan yang spesifik,gunakan instruksi verbal yang sederhana dengan
jawaban “ya” atau “tidak”
Rasional: membantu
melokalisasi daerah otak yang mengalami gangguan dan mengidentifikasi
peningkatan fungsi neurologis.
c. Berikan
petunjuk (isyarat) pada orientasi realita.
Rasional: meningkatkan
koping terhadap frustasi karena salah persepsi.
d. Beriakan
lingkungan yang tenang dan tidak kacau jika di perlukan gunakan musik.
Rasional: membantu
menghindari masukan sensori pendengaran
e. Kolaborasikan
pada ahli fisioterapi,terapi pendengaran.
Rasional: berfokus
dalam peningkatan evaluasi fungsi pendengaran.
2. Nyeri
akut berhubungan dengan penekanan syaraf pada wajah.
Tujuan : nyeri hilang
atau berkurang
Kriteria hasil :
a. Pasien
tampak tenang dan rileks
b. Tanda-tanda
vital normal
Intervensi
:
a. Pantau
tanda-tanda vital pasien, intensitas dan skala nyeri
Rasional : mengenal dan
memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
b. Anjurkan
klien untuk banyak istirahat.
Rasional : istirahat
dapat mengurangi intensitas nyeri.
c. Atur
posisi pasien senyaman mungkin.
Rasional : posisi yang
tepat mengurangi penenkanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi
nyeri.
d. Ajarkan
teknik relaksasi dan nafas dalam.
Rasional : relaksasi
mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman.
e. Kolaborasikan
untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik
berguna untuk mengurangi nyeri.
3. Risiko
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan menelan
Tujuan : kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Menunujukkan
peningkatan/mempertahankan berat badan.
b. Tidak
mengalami mual dan muntah
c. Menununjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai.
Intervensi:
a. Kaji
riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
b. Observasi
dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c. Timbang
berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi
penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
d. Berikan
makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan.
Rasional : menurunkan
kelemahan, meningkatkan pemasukkan.
e. Observasi
dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala GI
dapat menunjukkan (hipoksia) pada organ. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang
baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan
yang lembut.
f.
Berikan pencuci mulut yang di encerkan
bila mukosa oral luka,
Rasional : meningkatkan
nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan
kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila
jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
g. Kolaborasi
pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu
dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
4. Resiko
cedera berhubungan dengan vertigo
Tujuan : Klien tidak
mengalami cedera
Kriteria hasil :
a. Bebas
dari cedera
b. Klien
dan keluarga menyetujui aktivitas atau modifikasi aktivitas yang tepat
Intervensi:
a. Tekankan
pentingnya mematuhi program terapeutik
Rasional: program
terapeutik dapat menjalin kerja sama antara perawat dan klien
b. Dampingi
klien selama aktivitas yang diijinkan
Rasional: pendampingan
terhadap klien dapat mencegah jatuh, dan cedera.
c. Jaga
agar penghalang tempat tidur tetap terpasang
Rasional: mengurangi
resiko jatuh
d. Bantu
ambulasi dan aktivitas hidup sehari-hari dengan tepat
Rasional: memudahkan
klien untuk beraktifitas
BAB
IV
PENUTUP
A. Simpulan
Neuroma
akustikus adlah suatu kondisi medis yang ditandai dengan berkembangnya tumor
non kanker pada syaraf cranial ke delapan yang menghubungkan telinga dalam
dengan otak.
Neuroma
Akustik dapat terjadi secara idiopatik (artinya masih belum di ketahui secara
pasti penyebabnya).
Tumor
akustik, seperti lesi menempati ruang-lain, menghasilkan gejala dengan salah
satu dari 4 mekanisme dikenali: (1) kompresi atau distorsi dari ruang cairan
tulang belakang, (2) perpindahan dari batang otak, (3) kompresi kapal
memproduksi iskemia atau infark , atau (4) kompresi dan / atau atenuasi saraf.
B. Saran
Perawat dapat
memberikan obat separti Obat ortotoksik, seperti streptomisisn atau
gentamisisn, dapat diberikan kepada pasien dengan injeksi sistemik atau infus
ke telinga tengah dan dalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : ECG
Doenges,
Marilyn E. 1999. Rencana Assuhan
Keperawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Nn. 2011. “Asuhan Keperawatan Syndrome
Meniere”, (Online), (http://www.kapukonline.com/2011/09/askepasuhankeperawatansyndromemaniere.html,
diakses pada 10 Mei 2012).
Nn.
2012. “Askep Neuroma Akustikus”, (Online), (http://katumbu.blogspot.com
/2012/04/askep-neuroma-akustik.html, diakses pada
10 M ei 2013)
Nn. 2012. “Neuroma Akustikus”, (Online),
(http://www.persify.com/id/
perspectives/medical-conditions-diseases/neuroma-akustikus951000103162,
diakses pada 10 Mei 2013)
Nn. 2012. “Rawatan Herba Akustikus
Neuroma”, (Online), (http://
thetole.org/MalayHerbalMedicine/Rawatan_Herba_Akustik_Neuroma.html,
diakses pada 10 Mei 2013)
Pahlevi, Muhamad Reza. 2012. “Terapi
Diet untuk Kanker atau Tumor”, (Online), (http://muhamadrezapahlevi.blogspot.no/2012/05/terapi-diet-untuk-kanker-atau-tumor.html,
diakses pada 10 Mei 2013)
1 komentar:
jadi bertambah niii wawasan saya, setelah membaca artikel anda
https://goo.gl/PffZGF
Posting Komentar