Minggu, 24 Maret 2013

laporan pendahuluan kebutuhan dasar manusia Eliminasi

2 komentar

a.       Anatomi dan Fisiologi
1)      Ginjal
Ginjal adalah organ yang berbentuk kacang berwarna merah tua, panjang 12,5 cm dan tebalnya 2, 5 cm. Beratnya kurang lebih 125-175 gr pada laki-laki dan 115-155 gr pada wanita. Ginjal terletak pada bagian rongga abdomn bagian atas stinggi vertebra thorakal 11 dan 12. Ginjal dilindungi oleh otot-otot abdomen, jaringan lemak atau adipose.
Ginjal mnghasilkan hormone eritropoitin yang berfungsi merangsang produksi ritropoisetil yang merupakan bahan baku sel darah merah sumsum tulang.
Hormone ini dirangsang oleh adanya kekurangan aliran darah.
Fungsi utama ginjal:
·         Mengeluarkan sisa nitrogen, toksin, ion dan obat-obatan
·         Mengatur jumlah dan zat-zat kimia dalam tubuh.
·         Mempertahankan kesimbangan antara air dan garam-garam serta asam dan basa.
·         Menghasilkan renin, enzim untuk membantu pengaturan tekanan darah.
·         Mengasilkan hormone eritropoitin yang menstimulasi pembentukan sel-sel darah merah disumsum tulang.
·         Membantu dalam pembentukan vitamin D (Tarwoto, wartonah, 2006).
2)      Ureter
Setlah urine terbentuk kemudian akan dialirkan ke pelvis ginjal lalu ke bladder melalui ureter. Lapisan tengah ureter terdiri atas otot-otot yang distimulasi oleh transmisi impuls elektrik berasal dari syaraf otonom. Akibat gerakan peristaltik ureter maka urine didorong ke kandung kemih (Tarwoto, wartonah, 2006).
Ureter merupakan stuktut trubuler yang mmiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urine yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril. (Fundamental Keperawatan vol. 2 edisi 4, 2005)
3)      Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine. Terdiri atas 2 bagian yaitu bagian fundus atau body yang merupakan otot lingkat, tersususn dari otot detrusol dan bagian leher yang berhubungan langsung dengan uretra. (Tarwoto, wartonah, 2006).
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta merupakan tempat urine dan merupakan organ eksresi. Apabila kandung kemih berada pada rongga panggul dibelakan simfisis pubis. Pada pria, kandung kemih terletak pada rektum bagian posterior dan pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anteriour uterus dan vagina. (Fundamental Keperawatan vol. 2 edisi 4, 2005)
4)      Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar tubuh. Kontrol pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksternal yang dapat dikontrol oleh kesadaran kita. (Tarwoto, wartonah, 2006)
Urine keluar tubuh melalui uretra dan keluar dari kandung kemih melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal aliran urine yang mengalami turbulansi membuat urine bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra dan kelenjar urtra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bekteri. Lapisan otot polos yang tbak mengelilingi uretra. (Tarwoto, wartonah, 2006).

b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
1)      Pertumbuhan dan perkembangan
Usia dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia lanjut, volum bladder berkurang, demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan lebih sering.
2)      Sosiokultural
Budaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup dan sebaliknya pada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3)      Psikologis
Pada keadaan cemas dan stress akan meningkatkan stimulasi berkemih.
4)      Kebiasaan Seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih menggunakan pot urin.
5)      Tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot bladder, otot abdomen, dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan kurang.
6)      Intake cairan dan makanan
Alcohol menghambat antideuretik hormon (ADH) untuk meningkatkan pembuangan urin. Kopi, teh, coklat, cola (mengandung Cafeine) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin.
7)      Kondisi penyakit
Pada pasien yang demam terjadi penurunan produksi urin karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Radangan dan iritasi organ kemih menimbulkan retensi urin.
8)      Pembedahan
Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urin akan menurun.
9)      Pengobatan
Penggunaan duritik meningkatkan output urin, anti kolinergik, dan anti hipertensi menimbulkan retensi urin.
10)   Pemriksaan diagnostik
Intravenus pyelogram dimana pasien dibatasi intak sebelum prosedur untuk mengurangi output urine. Cystocospy dapat mnimbulkan edema lokal pada uretra, spasme, dan spinter bladder sehingga dapat menimbulkan urine.
c.       Masalah Eliminasi Urine
1)      Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam bladder  dan ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya 250-400 ml.
2)      Inkontinensia Urine
Ketidakmampuan otot spinter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Ada 2 jnis inkontinensia :
pertama, stress inkontinensia yaitu stress yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen meningkat seperti pada saat batuk atau tertawa
kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme bladder.
3)      Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan karena ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-anak atau orang jompo.
d.      Perubahan Pola Berkemih
1)      Frekuensi : meningkatnya frekuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningkat, biasanya terjadi pada cystitis, stress dan wanita hamil.
2)      Urgency : perasaan ingin segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karena kemampuan spinter untik mengontrol berkurang.
3)      Dysuria : rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih misalnya pada infeksi saluran kemih, trauma dan struktur uretra.
4)      Polyuria : produksi urine melebihi normal, tanpa peningkatan intake cairan misalnya pada pasien DM.
5)      Urinary supression : keadaan diman ginjal memproduksi urin secara tiba-tiba. Anuria (urine kurang dari 100 ml/24 jam), olyguria (urine berkisar 100-500 ml/24 jam).

ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Riwayat keperawatan
-          Pola berkemih
-          Gejala dari perubahan berkemih
-          Faktor yang memengaruhi berkemih
b.      Pemeriksaan fisik
1.      Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2.      Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan vagina.
3.      Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
c.       Intake dan output cairan
-          Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
-          Kebiasaan minum di rumah.
-          Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
-          Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
-          Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
-          Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d.      Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan urine (urinalisis):
·         Warna (N : jernih kekuningan)
·         Penampilan (N: jernih)
·         Bau (N: beraroma)
·         pH (N:4,5-8,0)
·         Berat jenis (N: 1,005-1,030)
·         Glukosa (N: negatif)
·         Keton (N:negatif)
Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
2.      Diagnosa keperawatan dan intervensi
a.       Gangguan pola eliminasi urine: inkontinensia
Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine.
Kemungkinan berhubungan dengan :
1.      Gangguan neuromuskuler
2.      Spasme bladder
3.      Trauma pelvic
4.      Infeksi saluran kemih
5.      Trauma medulla spinalis

Kemungkinan data yang ditemukan :
1.      Inkontinentia
2.      Keinginan berkemih yang segera
3.      Sering ke toilet
4.      Menghidari minum
5.      Spasme bladder
6.      Setiap berkemih kuramg dari 100 ml atau lebih dari 550 ml.

Tujuan yang diharapkan :
1.      Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam.
2.      Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine.
3.      Klien berkemih dalam keadaan rileks.

Intervensi
Rasional
1.      Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
2.      Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
3.      Kolaborasi dalam bladder training
4.      Hindari faktor pencetus inkontinensia urine seperti cemas
5.      Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan keteterisasi
6.      Jelaskan tentang:
Pengobatan
Kateter
Penyebab
Tindakan lainnya.
1.      Membantu mencegah distensi atau komplikasi
2.      Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan fungsi bladder
3.      Menguatkan otot dasar pelvis
4.      Mengurangi/menghidari inkontinensia
5.      Mengatasi faktor penyebab
6.      Meningkatkan pengetahuan dan diharapkan pasien lebih kooperatif.








b.      Retensi urine
Definisi : kondisi dimana seseorang tidak mampu mengosongkan bladder secara tuntas.
Kemungkinan berhubungan dengan :
-          Obstruksi mekanis.
-          Pembesaran prostat.
-          Trauma.
-          Pembedahan.
-          Kehamilan.
Kemungkinan data yang ditemukan :
-          Tidak tuntasnya pengeluaran urine
-          Distensi bladder.
-          Hipertropi prostat.
-          Kanker.
-          Infeksi saluran kemih.
-          Pembedahan besar abdomen.

Intervensi
Rasional
1.      Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
2.      Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam
3.      Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi
4.      Kurangi minum setelah jam 6 malam
5.      Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan berat badan
6.      Lakukan latihan pergerakan
7.      Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih
8.      Ajarkan tehniklatihan dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
9.      Kolaborasi dalam pemasangan kateter
1.      Menentukan masalah
2.      Memonitor keseimbangan cairan
3.      Menjaga defisit cairan
4.      Mencegah nokturia
5.      Membantu memonitor keseimbangan cairan
6.      Meningkatkan fungsi ginjal dan bladder
7.      Relaksasi pikiran dapat meningkatkan kemampuaan berkemih
8.      Menguatkan otot pelvis
9.      Mengeluarkan urine


Tujuan yang diharapkan :
a.       Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam.
b.      Tanda dan gejala retensi urine tidak ada.






2.      Eliminasi Bowel
Eliminasi bowel adalah merupakan proses pembuangan sisa metabolisme tubuh yang tidak terpakai.
a.      Anatomi dan Fisiologi Bowel
1)      Saluran gastrointestinal bagian atas
Makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik dan kimiawi dimulut dan dilambuung dengan bantuan enzim, asam lambung. Selanjutnya maknan yang sudah dalam bentuk chyme didorong ke usus halus.
2)      Saluran gastrointestinal bagian bawah
Saluran gastrointestinal bawah meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum yang panjangnya kira-kira 6 meter dan diameter 2,5 cm. Usus besar terdiri atas cecum, colon, dan rectum yang kemudian bermuara pada anus. Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan diameternya kira-kira 6 cm. Usus menerima zat makanan yang sudah berbentuk chyme (setengah padat) dari lambung untuk mengabsorrpsi air, nutrien, dan elektrolit. Usus sendiri mensekresi mucus, potassium, bikarbonat, dan enzim.
Chyme bergerak arena adanya peristaltik usus dan akan berkumpul menjadi feses di usus besar. Dari makan sampai mencapai rektum normalnya diperlukan waktu 12 jam. Gerakan haustral adalah gerakan untuk mendorong materi cair dan semipadat sepanjang kolon, gerkan peristaltik adalah berupa gelombang, gerakan maju ke anus. (Tarwoto Wartonah : 2006 hal 67)
b.      Proses defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dalam proses defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :
1)      Refleks defekasi instrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum, yang kemudian menyebabkan rangsnagan pada flektus mesentrikus dan terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
2)      Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon desenden, sigmoid dan rektum yang menyebabkan intensifnyaa peristaltik, relaksasi spinter interna, maka terjadinya defekasi.
Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot andomen,  tekanan diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otopt femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adlah CO2 , metana H2S, O2 dan nitrogen.
Fese terdiri atas 75% air dan 25% materi padat. Feses normalnya berwarna coklat karena pengaruh sterkobilin, mobilin dan aktivitas bakteri. Bau khas karena pengaruh dari mikroorganisme. Konsistensinya lembek namun berbentuk. (Tarwoto Wartonah : 2006 hal 67)
c.       Faktor-faktor yang mempengaruhi proses defekasi
1)      Usia
Pada usia bayi kantrol defekasi belum berkembang, sedangkan pada usia lanjut kontrol defekasi menurun.
2)      Diet
Makanan berserat akan mempercepat produksi feses, banyaknya makann yang masuk ke dalam tubuh juga mempengaruhi proses defekasi.
3)      Intake cairan
Intake cairan yang kurang akan menyebabkan feses menjadi lebih keras, disebabkan karena absorsi cairan yang meningkat.
4)      Aktivitas
Tonus otot abdomen , pelvis, dan diafreagma akan sangat membantu proses defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.
5)      Fisiologis
Keadaan cemas, takut, dan marah akan meningkatkan peristaltik akan menudahkan bahan feses bergerak sepanjang kolon.
6)      Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan diare dan konstipasi.
7)      Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola buang air besar sejak kecil sejak kecil secara teratur, fasilitas buang air besar, dan kebiasaan menahan buang air besar.
8)      Prosedur diagnostik
Klien yang akan dilakukan prosedur diagnostik biasanya dipuaskan atau dilakukan klisma dahulu agar tidak dapat buang air besar kecuali setelah makan.
9)      Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menimbulkan diare dan konstipasi.
10)  Anestesi dan pembedahan
Anestesi umum dapat menghalangi inpuls parasimpatis, sehingga kadang-kadang menyebabkan ileus usus. Kondisi ini dapat berlangsung selama 24-48 jam.
11)  Nyeri
Pengalaman nyeri waktu buang air besar seperti adanya hemoroid, fraktur ospubis, epesiotomi akan mengurangi keinginan untuk buang air besar
12)  Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injuri kepala akan menimbulkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.
d.      Masalah-masalah umum pada eliminasi bowel
1)      Konstipasi
Gangguan eliminasi yang diakibatkan adnaya feses yang kering dan keras melalui usus besar. Biasanya disebabkan oleh pola defekasi yang tidak diatur, penggunaan laksatif yang lama, sters psikologis, obat-obatan, kurang aktivitas, usia.
2)      Fecal imfaction
Masa feses yang keras dilipatan rektum yang diakibatkna oleh retensi dan akumulasi material feses yng berkepanjangan. Biasanya disebabkan ole konstipasi, intake cairan yang kurang, kurang aktivitas, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
3)      Diare
Keluarnya feses cairan dan meningkatkan frekuensi buang air besar akibat cepatnya chyme melewati usus besar, sehingga usus besar tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyerap air. Diare dapat disebabkan karena sters fisik, obat-obatan, alergi, penyakit kolon, dan iritasi intestinal.
4)      Inkontinensia
Hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas yang melalui spinter anus akibat kerusakan fungsi spinter atau persyarafan di daerah anus. Penyebabnya karena penyakit-penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord, tumor spinter anus eksterna.
5)      Kembung
Flatus yang berlebihan di daerah di daerah intestinal sehingga menyebabkan distensi intestinal, dapat disebabkan karena konstipasi, penggunaan obat-obatan (barbiturat, penurunnan ansietas, penurunan aktivitas intestinal), mengkonsumsi makan yang banyak mengandung gas dapat berefek anestesi.
6)      Hemorroid
Pelebaran vena didaerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan didaerah tersebut. Penyebabnya adalah konstipasi kronis, peregangan maksimal saat defekasi, kehamilan, dan obesitas.
e.       Pengkajian
1)      Riwayat keperawatan
a)      Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b)      Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan pola.
c)      Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
d)     Diet : makanamempengaruhi defekasi, makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak.
e)      Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
f)       Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g)      Kegiatan yang spesifik.
h)      Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk menghadapi atau bagaimana menerima.
i)        Pembedahan/penyakit menetap.
2)      Pemeriksaan fisik
a)      Abdomen : distensi, simetris, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, tenderness.
b)      Rektum dan anus : tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, fistula, hemoroid, adanya massa, tenderness.
3)      Keadaan feses
a)      Konsistensi, bentuk, bau, warna, jumlah, unsur abnormal dalam feses, lendir.
4)      Pemeriksaan diagnostik
a)      Anuskopi
b)      Proktosigmoidoskopi
c)      Rontgen dengan kontras
f.       Diagnosa keperawatan dan intervensi
1)      Gangguan eliminasi bowel : konstipasi (aktual/risiko)
Definisi : kondisi dimana seseorang mengalami perubahan pola yang normal dalam berdefekasi dengan karakteristik menurunnya frekuensi buang air besar dan feses yang keras.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a)      Imobilitas
b)      Menurunya aktivitas fisik
c)      Ileus
d)     Stres
e)      Kurang privasi
f)       Menurunnya mobilitas intestinal
g)      Oerubahan atau pembatasan diet.
Kemungkinan data yang ditemukan :
a)      Menurunnya bising usus
b)      Mual
c)      Nyeri abdomen
d)     Adanya massa pada abdomen bagian kiri bawah
e)      Perubahan konsistensi feses, frekuensi buang buang air besar.
Kemungkinan klinis kemungkinan terjadinya pada :
a)      Anemia
b)      Hipotiroiddisme
c)      Dialisa mginjal
d)     Pembedahan abdomen
e)      Paralisis
f)       Cedera spinal yang lama
Tujuan yang diharapkan :
a)      Pasien kembali ke pola normal dari fungsi bowel
b)      Terjadinya perubahan pola hidup untuk menurunkan faktor penyebab konstipasi.
intervensi
Rasional
Catat dan kaji kemvali warna, konsitensi, jumlah dan waktu buang air besar
Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah bowel
Kaji dan catat pengerasan usus
Deteksi dini penyebab konstipasi
Jika terjadi fecal impaction
Lakukan pengeluaran manual
Lakukan gliserin klimas
Membantu mengeluarkan feses
Konsultasikan dengan dokter tentang pemberian laksatif, enema, pengobatan
Meningkatkan eliminasi
Berikan cairan adekuat
Membantu feses lunak
Berikan makanan tinggi serat dan hindari makanan yang banyak mengandung gas dengan konsultasi bagian gizi
Meningkatkan pergerakan usus
Berikan pendidikan kesehatan tentang personal hygien, kebiasaan diet, cairan dan makanan yang mengandung gas, aktifitas, kebisaan buang air besar
Mengurangi atau menghindari inkontinensia


Gangguan eleiminasi: diare
Definisi : kondisi dimana terjadi perubahan kebiasaan buang air besar dengan karakteristik feses cairan.
Kemungkinan berhubungan dengan :
a.       Inflamasi, iritasi,dan melabsorpsi.
b.      Pola makan yang salah
c.       Perubahan proses pencernaan
d.      Efek samping pengobatan
Kemungkinan data yang ditemukan :
a.       Feses berbentuk cair
b.      Meningkatnya frekuensi buang air besar
c.       Meningkatnya peristaltik usus
d.      Menurunnya nafsu makan
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada :
a.       Peradangan bowel
b.      Pembedahan saluran pencernaan bawah
c.       Gastritis/enteritis
Tujuan yang diharapkan :
a.       Pasien kembali buang air besar ke pola normal.
b.      Keadaan feses berbentuk dan lebih keras.
Intervensi
Rasional
1.      Monitor/kaji kembali konsistensi, warna, bau feses, pergerkan usus, cek berat badan setiap hari
2.      Monitor dan cek elektrolit, intake dan output cairan
3.      Kolaborasi dengan dokter pemberian cairan IV, oral, dan makanan lunak
4.      Berikan antidiare, tingkatkan intake cairan
5.      Cek kulit bagian perineal dan jaga dari gangguan integritas
6.      Kolaborasi dengan ahli diet, tentang diet rendah serat dan lunak
7.      Hindari stress dan lakukan istirahat cukup
8.      Berikan pendidikan kesehatan tentang:
Cairan
Diet
Obat-obatan
Perubahan gaya hidup
1.      Dasar memonitor kondisi
2.      Mengkaji status dehidrasi
3.      Mengurangi kerja usus
4.      Mempertahankan status hidrasi
5.      Frekuensi buang air besar yang meningkat menyebabkan iritasi kulit sekitar anus
6.      Menurunkan stimulasi bowel
7.      Stress meningkatkan stimulus bowel
8.      Meningkatkan pengetahuan dan mencegah diare


Gangguan eliminasi bowel : inkontinensia
Definisi : kondisi dimana pasien mengalami perubahan pola dalam buang air besardengan karakteristik tidak terkontrolnya pengeluaran feses.
Kemungkinan berhubungan dengan:
a.       Menurunnya tingkat kesadaran
b.      Gangguan spinter anus
c.       Gangguan neuromuskuler
d.      Fetal impaction
Kemungkinan data yang ditemukan:
a.       Tidak terkontrolnya pengeluaran feses
b.      Baju yang kotor oleh feses
Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada:
a.       Injuri spinalcord
b.      Pembedahan usus
c.       Stroke
d.      Trauma pada daerah pelvis
e.       Usia tua
Tujuan yang diharapkan:
a.       Pasien dapat mengontrol pengeluaran feses
b.      Pasien kembali pada pola eliminasi normal
Intervensi
Rasional
1.      Tentukan penyebab inkontinensia
2.      Kaji penurunan masalah ADL yangberhubungan dengan masalah inkontinensia
3.      Kaji jumlah dan karakteristik inkontinensia
4.      Atur pola makan dan sampai berapa lama terjadinya buang air besar
5.      Lakukan bowel training dengan kolaborasi fisioterapis
6.      Lakukan latihan otot panggul
7.      Berikan pengobatan dengan kolaborasi dengan dokter

1.      Memberikan data dasar untuk memberikan asuhan keperawatan
2.      Pasien terganggu ADL karena takut buang air besar
3.      Menentukan pola inkontinensia
4.      Membantu mengontrol buang air besar
5.      Membantu mengontrol buang air besar
6.      Menguatkan otot dasar pelvis
7.      Mengontrol frekuensi buang air besar.













 

Richa Faric Copyright © 2008 Black Brown Art Template designed by Ipiet's Blogger Template